Bukti peninggalan Kerajaan Tarumanegara terdiri dari candi, prasasti dan arca yang ditemukan di pulau Jawa bagian barat, yaitu Jawa Barat, Jakarta, dan Banten.
Peninggalan-peninggalan Kerajaan Tarumanegara adalah bukti keberadaan kerajaan bercorak Hindu tersebut.
Di bawah ini adalah pertanyaan dan jawaban singkat terkait artikel peninggalan kerajaan Tarumanegara beserta gambarnya.
Sampai saat ini, prasasti kerajaan Tarumanegara yang sudah ditemukan berjumlah tujuh buah. Prasasti-prasasti kerajaan Tarumanegara adalah Prasasti Kebon Kopi, Prasasti Ciaruteun, Prasasti Muara Cianten, Prasasti Jambu, dan Prasasti Pasir Awi, Prasasti Tugu, dan Prasasti Cidanghyang.
Prasasti kerajaan Tarumanegara yang terletak di Bogor adalah Prasasti Kebon Kopi, Prasasti Ciaruteun, Prasasti Muara Cianten, Prasasti Jambu, dan Prasasti Pasir Awi.
Prasasti kerajaan Tarumanegara dalam bahasa Sansekerta adalah Prasasti Ciaruteun, Prasasti Jambu, Prasasti Cidanghiyang, Prasasti Tugu, Prasasti Kebonkopi.
Prasasti peninggalan kerajaan Tarumanegara yang hingga kini belum dapat diartikan adalah Prasasti Pasir Awi dan Prasasti Muara Cianten.
Prasasti peninggalan kerajaan tarumanegara yang terdapat telapak kaki raja purnawarman adalah Prasasti Ciaruteun, Prasasti Jambu, dan Prasasti Pasir Awi.
Candi-candi yang diduga peninggalan kerajaan Tarumanegara ditemukan di situs Batujaya dan situs Cibuaya. Candi peninggalan kerajaan Tarumanegara yang ditemukan di situs Batujaya : Candi Jiwa, Candi Blandongan, Candi serut dll. Candi peninggalan kerajaan Tarumanegara yang ditemukan di situs Cibuaya : Candi Lemah Duhur Lanang dan Candi Lemah Duhur Wadon.
Arca peninggalan kerajaan Tarumanegara di antaranya ditemukan di situs Cibuaya. Arca-arca Wisnu yang ditemukan di Desa Cibuaya dinamai Arca Wisnu 1, Arca Wisnu 2, dan Arca Wisnu 3. Dalam artikel ini kita akan membahas bukti peninggalan Kerajaan Tarumanegara beserta gambarnya, baik berupa candi, prasasti atau pun arca.
Prasasti-prasasti peninggalan Kerajaan Tarumanegara adalah salah satu sumber sejarah yang digunakan untuk meneliti keberadaan kerajaan bercorak Hindu ini.
Prasasti peninggalan Kerajaan Tarumanegara yang sudah ditemukan hingga kini berjumlah tujuh buah.
Seluruh prasasti kerajaan Tarumanegara ditemukan di pulau Jawa bagian barat, yaitu Jawa Barat, banten, dan jakarta.
Lima prasasti ditemukan di Bogor, satu di Jakarta dan satu ditemukan di Banten.
Prasasti kerajaan Tarumanegara yang terletak di Bogor adalah Prasasti Kebon Kopi, Prasasti Ciaruteun, Prasasti Muara Cianten, Prasasti Jambu, dan Prasasti Pasir Awi.
Prasasti kerajaan Tarumanegara yang ditemukan di Jakarta adalah Prasasti Tugu.
Prasasti kerajaan Tarumanegara yang ditemukan di daerah Banten adalah Prasasti Cidanghyang.
Sebagian besar prasasti kerajaan Tarumanegara menggunakan bahasa Sansekerta dan huruf Pallawa.
Prasasti kerajaan Tarumanegara dalam bahasa Sansekerta adalah Prasasti Ciaruteun, Prasasti Jambu, Prasasti Cidanghiyang, Prasasti Tugu, Prasasti Kebonkopi.
Prasasti peninggalan kerajaan Tarumanegara yang hingga kini belum dapat diartikan adalah Prasasti Pasir Awi dan Prasasti Muara Cianten.
Prasasti kerajaan Tarumanegara tersebut belum bisa dibaca isinya karena merupakan pahatan gambar sulur-suluran (pilin) atau ikal yang keluar dari umbi.
Oleh para ahli, goresan-goresan dalam kedua prasasti Tarumanegara itu disebut huruf ikal.
Prasasti peninggalan kerajaan tarumanegara yang terdapat telapak kaki raja purnawarman adalah Prasasti Ciaruteun, Prasasti Jambu, dan Prasasti Pasir Awi.
Oke langsung saja, kita bahas satu per satu Prasasti Kerajaan Tarumanegara termasuk isi dan gambarnya.
Prasasti Kebonkopi I sering disebut juga dengan nama Prasasti Tapak Gajah karena di dalam prasasti kerajaan Tarumanegara ini terdapat pahatan tapak kaki gajah.
Adanya ukiran telapak kaki gajah di prasasti ini, diduga menunjukkan hewan gajah adalah tunggangan sang Raja Purnawarman, yang diasosiasikan sebagai Airawata, wahana Dewa Indra.
Prasasti Kerajaan Tarumanegara ini diberi nama prasasti kebon kopi karena ditemukan di perkebunan kopi, di wilayah Kampung Muara, Desa Ciaruteun Ilir, Cibungbulang, Bogor.
Prasasti Kebon kopi terbuat dari bahan batu andesit berwarna kecokelatan dengan ukuran tinggi 69 cm, lebar 104 cm dan 164 cm.
Angka romawi I di belakang nama Prasasti Kebon Kopi I untuk membedakan dengan Prasasti kebon Kopi II yang ditemukan berdekatan.
Prasasti Kebon Kopi II bukan prasasti peninggalan kerajaan Tarumanegara, namun prasasti peninggalan kerajaan Sunda.
Gambar Prasasti kebon kopi I Prasasti kebon kopi I menggunakan aksara Pallawa dengan bahasa Sanskerta.
Tulisan dalam prasasti berbentuk sloka dengan metrum Anustubh.
Tulisan diapit oleh pahatan sepasang telapak kaki gajah.
Isi prasasti kebon kopi I adalah sebagai berikut :
Prasasti Tugu ditemukan di Kampung Batutumbuh, Desa Tugu, tidak jauh dari tepian Kali Cakung.
Wilayah penemuan salah satu prasasti peninggalan Kerajaan Tarumanegara ini, saat ini termasuk ke dalam wilayah kelurahan Tugu Selatan, kecamatan Koja, Jakarta Utara.
Prasasti Tugu ditemukan pada tahun 1879.
Saat ini, Prasasti Tugu disimpan di Museum Nasional Indonesia di Jakarta dengan nomor inventaris D.124.
Prasasti Tugu adalah prasasti Kerajaan Tarumanegara yang memiliki isi paling panjang dibandingkan dengan prasasti peninggalan kerajaan Tarumanegara lainnya.
Dari analisa terhadap isi prasasti Tugu, para peneliti mendapatkan beberapa hal penting, misalnya :
a. Di dalam Prasasti Tugu disebutkan nama dua sungai yang mengalir di wilayah Punjab, yaitu sungai Chandrabaga dan Gomati.
Menurut Poerbatjaraka, secara etimologi sungai Chandrabaga berarti kali Bekasi.
b. Di dalam Prasasti Tugu sudah terdapat penanggalan kapan prasasti dikeluarkan. Namun, belum begitu lengkap.
Prasasti ini menyebutkan nama bulan phalguna dan caitra yang sama dengan bulan Februari dan April.
c. Prasasti Tugu menceritakan adanya upacara selamatan yang dipimpin oleh Brahmana dengan menggunakan seribu ekor sapi hadiah dari raja.
Prasasti Tugu ditulis menggunakan aksara Pallawa dan berbahasa Sanskerta.
Prasasti ditulis berbentuk sloka menggunakan metrum Anustubh.
Prasasti terdiri dari lima buah baris melingkar mengikuti bentuk permukaan batu.
Kronologinya didasarkan pada analisis gaya dan bentuk aksara (analisis palaeografis).
Sebagaimana prasasti kerajaan Tarumanegara lainnya, prasasti Tugu juga tidak menuliskan secara jelas penanggalan kapan prasasti ini dikeluarkan.
Prasasti ini hanya mencantumkan nama bulan, yaitu phalguna dan caitra yang sama dengan bulan Februari dan April.
Para ahli kemudian menganalisa prasasti menggunakan bentuk huruf yang digunakan.
Dari analisa tersebut, diduga prasasti tugu berasal dari pertengahan abad ke-5 Masehi.
Berikut adalah isi prasasti tugu.
Prasasti Ciaruteun disebut juga dengan nama prasasti Ciampea.
Prasasti kerajaan Tarumanegara ini ditemukan di tepi sungai Ciarunteun, dekat muara sungai Cisadane Bogor.
Prasasti Ciaruteun dipahatkan di permukaan batu kali atau batu alam yang memiliki bobot 8 ton dengan dimensi ukuran 200 cm x 150 cm.
Prasasti Ciaruteun ditulis dengan huruf Pallawa dan menggunakan bahasa Sansekerta.
Di bagian atas tulisan dihiasi dengan pahatan sepasang telapak kaki Raja Purnawarman, gambar umbi dan sulur-suluran (pilin) dan laba-laba.
Menurut para ahli, pahatan telapak kaki raja Purnawarman di prasasti Ciarunteun memiliki 2 arti, yaitu :
- Pahatan telapak kaki Purnawarman menegaskan bahwa wilayah itu berada di bawah kekuasaanya.
- Pahatan telapak kaki Purnawarman melambangkan kekuasaannya yang bagaikan dewa. Dalam hal ini, Raja
- Purnawarman diibaratkan bagai dewa Wisnu yang merupakan dewa pelindung rakyat.
Prasasti Jambu Prasasti Pasir Koleangkek Prasasti Jambu disebut juga dengan nama prasasti Pasir Koleangkek.
Prasasti kerajaan Tarumanegara ini ditemukan di bukit Koleangkak di perkebunan jambu, sekitar 30 km sebelah barat Bogor.
Prasasti Jambu terbuat dari batu dengan ukuran kurang lebih 2-3 meter.
Prasasti Jambu ditulis menggunakan aksara Pallawa dan bahasa Sansekerta.
Prasasti Jambu terdiri dari dua baris kalimat yang tersusun dalam bentuk sloka dengan metrum Sragdhara.
Pada prasasti Jambu ini juga terdapat pahatan telapak kaki yang digoreskan pada bagian atas tulisan.
Prasasti Jambu menyebutkan dengan jelas nama raja yang memerintah saat itu, yaitu raja Purnnawarmman.
seperti, prasasti peninggalan Kerajaan Tarumanegara lainnya, prasasti Jambu tidak disertai tanpa angka tahun.
Berdasarkan bentuk aksara Pallawa yang digunakan, prasasti Jambu diperkirakan dikeluarkan pada pertengahan abad ke-5 Masehi.
Prasasti peninggalan kerajaan Tarumanegara berikutnya adalah Prasasti Muara Cianten atau disebut juga Prasasti Pasir Muara.
Prasasti Muara Cianten ditemukan di tepi sungai Cisadane dekat Muara Cianten wilayah kampung Pasir muara, Bogor.
Prasasti Muara Cianten ditemukan oleh N.W. Hoepermans pada tahun 1864.
Prasasti Muara Cianten terbuat dari batu berukuran 2.70 x 1.40 x 140 m3.
Peninggalan kerajaan Tarumanegara ini dikelompokkan sebagai prasasti karena pada batu tersebut memang terdapat pahatan.
Namun, sebenarnya hanya berupa pahatan gambar sulur-suluran (pilin) atau ikal yang keluar dari umbi.
Para ahli menyebutnya dengan aksara ikal yang belum dapat dibaca.
Di samping gambar sulur atau ikal, juga terdapat lukisan telapak kaki.
Prasasti peninggalan kerajaan Tarumanegara terakhir yang akan kita bahas adalah adalah Prasasti Pasir Awi.
Prasasti ini juga disebut dengan nama Prasasti Cemperai.
Prasasti Pasir Awi ditemukan di daerah Sukamakmur Jonggol, Bogor.
Penemu prasasti Pasir Awi adalah N.W. Hoepermans pada tahun 1864.
Seperti prasasti Muara Cianten, isi prasasti Pasir Awi juga belum bisa dibaca.
Prasasti hanya berisi pahatan telapak kaki raja yang menghadap ke arah utara dan timur.
Selain pahatan telapak kaki, juga dihiasi gambar ranting pohon dan buah.
Candi Peninggalan Kerajaan Tarumanegara Candi peninggalan kerajaan Tarumanegara bisa disaksikan di situs percandian batujaya, situs Cibuaya, dan Candi Cangkuang.
Situs Batujaya terletak di dua wilayah desa, yaitu Desa Segaran, Kecamatan Batujaya dan Desa Talagajaya, Kecamatan Pakisjaya di Kabupaten Karawang, Jawa Barat.
Situs Batujaya terdiri dari sekumpulan candi yang tersebar di beberapa titik.
Situs Batujaya memiliki luas sekitar 5 km2.
Doduga, lokasi candi ini pada zaman dahulu adalah danau dan candi-candi itu didirikan di tepi danau.
Pada awal ditemukan, situs Batujaya hanya berupa gundukan-gundukan tanah di tengah-tengah areal persawahan.
Para penduduk sekitar menamai gundukan-gundukan itu sebagai onur atau unur.
Terhitung sejak awal penelitian sampai saat ini sudah ditemukan 31 tapak sisa-sisa bangunan.
Para peneliti kemudian memberi nama tapak-tapak situs itu berdasarkan nama desa tempat tapak itu berada diikuti nomer, misalnya Segaran 1, Segaran 2, Telagajaya 1, dan seterusnya.
Dengan menggunakan analisis radiometri karbon 14 pada artefak-artefak peninggalan di candi Blandongan (Segaran V), diketahui bahwa artefak-artefak itu berasal antara abad ke-2 Masehi sampai abad ke-12.
Candi Jiwa diduga adalah salah satu candi peninggalan kerajaan Tarumanegara di situs Batujaya.
Candi Jiwa terbuat dari lempengan-lempengan batu bata.
Struktur bagian atas Candi Jiwa seperti bunga teratai (padma).
Bagian tengah strukturnya berbentuk area lingkaran yang diduga adalah bekas stupa atau lapik patung Buddha.
Candi Jiwa tidak mempunyai tangga.
Para ahli menduga bentuk utuh Candi Jiwa adalah stupa atau arca Buddha di atas bunga teratai yang sedang mekar dan terapung di atas danau.
Candi Blandongan (Segaran V) Struktur Candi Blandongan berbentuk bujur sangkar berukuran 25 x 25 meter.
Pada bagian kaki di keempat sisi Candi Blandongan dilengkapi tangga masuk dan pagar langkan.
Di atas dasar candi, terdapat struktur yang membentuk badan candi. Bagian badan candi ini berukuran 10 x 10 m.
Antara badan candi dan pagar langkan adalah lantai bata yang dilapisi dengan beton stuko setebal 15 cm.
sayangnya, bagian atap badan candi Blandongan sudah runtuh dan tidak diketahui bentuknya.
Para peneliti menduga bagian atap candi berbentuk stupa disusun menggunakan bata yang dilapisi dengan beton stuko.
Candi Serut (Telagajaya Ia) Candi serut umum disebut Unur serut oleh warga sekitar.
Candi serut memiliki ukuran 22 x 10 meter.
Struktur bangunan candi sudah dalam kondisi rusak parah sehingga sulit dikenali bentuk aslinya.
Diduga di Unur ini terdapat lebih dari satu bangunan candi dengan ukuran bervariasi.
Salah satu bangunan dengan ukuran 8 meter dan ada yang berukuran 6 meter.
Unur sumur hanya berupa bangunan berbentuk persegi panjang dengan ukuran 11 x 7,5 meter.
Unur Sumur berbentuk sebuah sumur, namun kedalamannya belum diketahui.
Tebal dinding sumur bagian timur sekitar 4 meter, sedangkan tebal bagian lainnya sekitar 1,7 meter.
Segaran III berupa bangunan dengan ukuran sekitar 20 x 15 meter.
Unur Danar diduga adalah sebuah kaki candi. Pada sisi barat ditemukan struktur tangga, namun dalam keadaan rusak.
Segaran IV ada struktur bangunan yang memiliki ukuran 6.5 x 6.5 meter. Pada sisi tenggara dilengkapi tangga yang juga sudah rusak.
Di Unur Asem ditemukan struktur bangunan berbentuk persegi.
Struktur bangunan ini berukuran 10×10 meter.
Di sisi timur laut dan tenggara bangunan dilengkapi tangga.
Pada bagian atas terdapat bangunan berbentuk lingkaran yang sudah dalam kondisi rusak.
Unur Telagajaya VIII ditemukan struktur bangunan dengan ukuran 6 x 4 meter.
Bangunan dilengkapi tangga di sisi timur laut.
Di bagian tengah bangunan ditemukan sumuran dengan ukuran 1,8 x 1,7 meter.
Situs Percandian Cibuaya adalah kompleks situs yang terdiri dari beberapa bangunan dan tinggalan purbakala.
Situs Cibuaya terletak di Kecamatan Cibuaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat.
Penemuan arca Wisnu di Desa Cibuaya pada tahun 1951 (Wisnu 1) dan 1957 (Wisnu 2), serta tahun 1977 (Wisnu 3) adalah awal penelitian di Situs Cibuaya.
dengan adanya penemuan ketiga arca Wisnu tersebut, para peneliti meyakini bahwa di sekitar lokasi itu terdapat bangunan suci dan mungkin juga sisa pemukiman.
Selain Arca Wisnu, juga ditemukan lingga.
Dengan ditemukannya arca Wisnu dan lingga dapat disimpulkan bahwa situs Cibuaya adalah bangunan suci untuk pemeluk agama Hindu.
Di situs Cibuaya ditemukan dua candi yang dinamakan Lemah Duhur Lanang dan Lemah Duhur Wadon.
Selain keduanya, terdapat bangunan-bangunan lain yang berukuran lebih kecil.
Bangunan-bangunan tersebut adalah CBY 2 yang berukuran 3,5 × 3,5 meter; CBY 5 yang berukuran 3,4 × 4,5 meter dan 4,4 × 4,8 meter.
Bangunan-bangunan lainnya sudah dalam kondisi rusak parah sehingga tidak diketahui bentuk dan ukurannya.
Candi Lemah Duhur Lanang sudah dalam kondisi rusak parah.
Saat ini, struktur candi yang tersisa hanya struktur kaki candi berbentuk persegi empat dengan ukuran 9 X 9,6 meter.
Di sisi barat laut, terdapat tangga namun sudah dalam keadaan rusak.
Di bagian puncak candi terdapat lingga dengan ukuran tinggi 1,11 meter dan diameter 40 centimeter, tertancap di atas tanah.
Bentuk lingga di candi Lemah Duhur Lanang disebut lingga semu karena hanya menampakkan bentuk bujur sangkar di bagian bawah dan bulat di bagian atas.
Bentuk lingga yang sempurna berupa bujur sangkar bagian bawah, segi delapan di bagian tengah, dan bulat di bagian atas.
Candi Lemah Duhur Wadon berbentuk bujur sangkar berukuran 3,5 x 3,5 meter.
Saat ditemukan, Candi lemah Duhur Wadon dalam kondisi runtuh. Yang tersisa hanya bagian kaki candi saja.
Candi ini awalnya ditemukan pada tahun 1966 oleh tim peneliti Harsoyo dan Uka Tjandrasasmita.
Mereka melakukan penelitian berdasarkan laporan Vorderman dalam buku Notulen Bataviaasch Genotschap terbitan tahun 1893 tentang adanya sebuah arca yang rusak serta makam kuno di bukit Kampung Pulo, Leles.
Makam kuno dan arca Siwa yang tercatat dalam laporan memang ada. Mereka juga akhirnya menemukan reruntuhan sebuah bangunan candi.
Candi Cangkuang merupakan candi pertama dipugar, dan juga untuk mengisi kekosongan sejarah antara Purnawarman dan Pajajaran. Para ahli menduga bahwa Candi Cangkuang didirikan pada abad ke-8, didasarkan pada tingkat kelapukan batuannya, serta kesederhanaan bentuk (tidak adanya relief).
Arca Peninggalan Kerajaan Tarumanegara Selain prasasti dan candi, peninggalan kerajaan Tarumanegara juga berupa arca-arca.
Arca peninggalan kerajaan Tarumanegara di antaranya ditemukan di situs Cibuaya.
Arca-arca Wisnu yang ditemukan di Desa Cibuaya dinamai Arca Wisnu 1, Arca Wisnu 2, dan Arca Wisnu 3.